Rutinan Maos Sholawat Tuban, Pentingnya Ngaji dan Mengajar Ngaji

Rutinan Jemaah Maos Sholawat kembali digelar di Pondok Pesantren Walisongon Gomang Kabupaten Tuban, dalam rutinan ini pengasuh jemaah Maos Sholawat KH. RM. Abraham Naja Mangkunegara memimpin langsung pembacaan manaqib, sholawat dan istighosah.
Dalam mauidhoh hasanah yang disampaikan pengasuh Maos Sholawat bawasannya, besok seseorang akan dikumpulkan pada orang yang disukainya, termasuk yaitu golongan orang yang suka dan cinta pada kanjeng Nabi Muhammad Saw.

“Siapa yang cinta pada kanjeng Nabi Muhammad di dunia, maka nanti di akhirat juga akan dikumpulkan dengan Nabi Muhammad,” terang Gus Naja.
Selain membaca sholawat pada kanjeng Nabi Muhammad Saw, diantaranya juga selalu istiqomah untuk mengaji, sehingga di setiap rutinan Maos Sholawat juga harus mengaji walaupun hanya satu atau dua kalimat.

Pasalnya ngaji merupakan perbuatan yang mulia, lantaran dahulu, Nabi Adam itu juga ngaji dan diajarkan langsung oleh Allah. Sehingga saat ini juga harus terus ngaji agar semakin tau mana yang baik dan yang buruk. Bahkan orang yang mengaji dan mengajarkan ngaji itu juga thoriqoh seperti yang selalu diriwayatkan oleh para ulama.
“Para ulama sebagian meriwayatkan, thoriqoh yang paling bagus itu thoriqoh ta’lim wa ta’allum yaitu ngaji dan juga mengajarkan ngaji,” ujar Gus Naja.
Para ulama memang memiliki thoriqoh sendiri-sendiri, atau jalan untuk menuju Allah, termasuk yang selalu membaca wiridan, ataupun dzikir. Sehingga jalan untuk menuju Allah itu sangat banyak, termasuk apa yang kita lakukan saat ini di Maos Sholawat.

Bahkan ada sebuah riwayat ketika itu, Imam Syafii ketika belajar mengaji di Imam Malik yang ada di Madinah. Saat itu Imam Syafii berjalan sekitar 400 kilometer dari Mekkah, menuju Madinah untuk bisa belajar mengaji pada Imam Malik.
Ketika Imam Syafii sampai di Madinah, kemudian Imam Syafii bertemua dengan amir Madinah dan meminta untuk diantarkan ke Imam Malik. Namun amir Madinah tersebut takut, karena pada zaman dahulu, para pejabat itu takut dan hormat pada para ulama.

“Amir matur ke Imam Syafii, aku gelem ngeterno nang Imam Malik, tapi sejatine aku wedi,” tutur Gus Naja.

Singkat cerita kemudian amir Madinah tersebut bersama dengan Imam Syafii tiba dirumah Imam Malik, meski begitu sesampainya disana, keduanya hanya berdiri di depan rumah Imam Malik cukup lama, hingga pada akhirnya didatangi oleh penerima tamu Imam Malik. Namun penerima tamu Imam Malik tersebut kembali meminta izin pada Imam Malik terkait kedatangan Imam Syafii dan juga amir Madinah, namun Imam Malik justru tak bersedia menemui keduanya, karena bukan waktunya untuk mengaji dan menerima tamu.

“Aku saiki gak wayahe ngaji, dan gak wayahe nerimo tamu, nek onok sing ditakokno kongkonen nulis tak jawabe,” tutur Gus Naja.

Kemudian amir Madinah tersebut kembali menyampaikan ke penerima tamu jika maksud kedatangannya adalah untuk mengantarkan Imam Syafii belajar mengaji pada Imam Malik. Singkat ceritanya, kemudian Imam Malik langsung memanggil keduanya dan Imam Syafii belajar mengaji pada Imam Malik,karena Imam Malik melihat Imam Syafii akan menjadi sosok ulama besar nantinya.

“Awakmu nantinya akan menjadi ulama besar, tetapi harus menjaga dari perbuatan maksiat,” pungkas Gus Naja. (*)

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *